Januari 2012

bolehkah non muslim kita sebut almarhum?

Kata "Almarhum" cukup familiar bagi telinga orang Indonesia ketika menyebut nama orang yang sudah meninggal. Biasanya yang disematkan sebutan ini adalah orang dekat yang pernah hidup bersama. Kata "Almarhum" ini tidak banyak dipakai di negara-negara lain, khususnya di jazirah Arab. Kata ini, juga jarang/tidak pernah digunakan oleh para ulama di masa lalu.
Almarhum adalah bentuk maf'ul dari rahima-yarhamu, yang artinya mengasihi. Berarti maksud ucapan Almarhum adalah orang yang dikasihi atau dirahmati oleh Allah. Kata Almarhum yang berbentuk kalimah isim mengandung makna memastikan, yaitu orang tersebut pasti dirahmati oleh Allah, karenanya dia pasti masuk surga.
Dalam timbangan akidah Islam, kita tidak dibolehkan memastikan seseorang sebagai ahli surga kecuali berdasarkan nash. Kita juga tidak boleh menyatakan seseorang tertentu benar-benar dirahmati dan diampuni dosanya oleh Allah, kecuali dengan keterangan dari Al Qur'an dan sunnah Rasulillah shallallahu 'alaihi wasallam. Hanya saja kita berharap bahwa orang beriman yang telah berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk dirahmati oleh Allah, diampuni dosanya, dan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, terhadap orang kafir yang mati di atas kekafiran, kita nyatakan sebagai ahli neraka.
Namun dalam realitanya, banyak kita dengarkan orang dengan mudahnya menyematkan gelar atau sebutan "Almarhum" kepada orang yang meninggal. Lebih parah lagi, gelar atau sebutan ini disematkan kepada orang kafir yang meninggal di atas kekafiran.
Pada saat  jumpa pers di Mabes Polri, Rabu siang (10 Maret 2010) kemarin, kita mendengar Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri menyematkan gelar "Almarhum" kepada Briptu Boas Woisiri (35), prajurit yang meninggal dalam penggerebekan di Aceh beberapa hari lalu. Padahal jelas, Boas meninggal di sebagai seorang kristen, artinya dia meninggal di atas kekafiran.
"Istri dari almarhum Boas Waoisir merupakan lulusan sarjana ekonomi," tulis Vivanews mengutip ucapan Kapolri.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang sebutan "Almarhum" bagi orang meninggal, dan berikut ini jawaban beliau:
Dalam masalah ini kata-kata yang dibenarkan adalah  ghafarallahu lahu (semoga Allah mengampuninya) atau rahimahullah (semoga Allah merahmatinya)' dan ucapan semisal itu bila dia (orang yang meninggal dunia tersebut) seorang Muslim. Kata al-maghfur lahu atau al-marhum tidak boleh digunakan karena mengandung makna  bersaksi terhadap orang tertentu bahwa dia ahli surga, ahli neraka atau lainnya, kecuali orang yang memang sudah dipersaksikan oleh Allah dengan hal itu dalam Kitab-Nya yang mulia atau orang yang telah dipersaksikan oleh RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam.
kata-kata yang dibenarkan adalah  ghafarallahu lahu atau rahimahullah dan ucapan semisal itu bila dia seorang Muslim.
Inilah yang disebutkan oleh ulama Ahlus Sunnah: "barangsiapa yang Allah nyatakan di dalam Al Qur'an sebagai ahli neraka seperti Abu Lahab dan istrinya; atau orang yang dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai ahli surga seperti Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman, Ali, dan para sahabat lainnya yang termasuk sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga; dan selain mereka yang telah dipersaksikan beliau masuk surga seperti Abdullah bin Salam, Ukasyah bin Mihsan; ataupun orang yang dipersaksikan beliau masuk neraka seperti Abu Thalib, Amr bin Luhay Al-Khuza'i dan selain keduanya yang telah dipersaksikan beliau masuk neraka -na'udzu billahi min dzalik- maka kita menyatakan seperti itu. Sedangkan orang yang belum dipersaksikan Allah ataupun Rasul-Nya masuk surga atau neraka, maka kita tidak bersaksi atasnya terhadap hal tersebut dengan menentukan orangnya. Demikian juga, kita tidak bersaksi terhadap seseorang tertentu mendapatkan ampunan (maghfirah) atau rahmat kecuali berdasarkan nash Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Akan tetapi Ahlus Sunnah berharap bagi orang yang berbuat baik dan takut berbuat buruk serta kaum mukminin pada umumnya semoga menjadi ahli surga. Sedangkan bagi orang-orang kafir pada umumnya menjadi ahli neraka.
Sebagaimana hal itu telah dijelaskan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kitabNya:
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
"Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya . . " (QS. Al Taubah: 72)
وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ
"Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka . . ." (QS. Al Taubah: 68)
Sebagian ulama berpendapat boleh bersaksi bahwa fulan ahli neraka dan ahli surga jika ada dua orang adil atau lebih yang menjadi saksi atas kebaikan atau keburukan dirinya berdasarkan hadits-hadits shahih yang berisi tentang hal tersebut.
(Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Juz V, hal. 365-366 dari fatwa Syaikh Ibn Baz)
Fatwa Lajnah Daimah
Lajnah Daimah pernah ditanya: "Saya mendengar sebagian kalimat yang sering diucapkan oleh sebagian orang. Saya ingin mengetahui pandangan Islam terhadap kalimat ini? Misalnya, jika ada seseorang tertentu meninggal dunia, sebagian orang mengatakan “almarhum si fulan”. Jika orang yang meninggal itu memiliki kedudukan, mereka mengatakan “almaghfur lahu fulan”.
Lajnah menjawab:
Kepastian ampunan atau rahmat Allah kepada seseorang setelah orang itu meninggal dunia merupakan perkara ghaib; hanya diketahui oleh Allah, kemudian makhluk yang diberitahu oleh Allah ‘Azza wa jalla, seperti para malaikatNya dan para nabiNya.
Jadi pemberitaan orang lain, selain para malaikat atau para nabi tentang mayit bahwa ia sudah mendapatkan rahmat atau maghfirah, merupakan sesuatu yang tidak boleh. Kecuali orang yang sudah dijelaskan nash dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (kalau berani berbicara) tanpa nash, berarti telah berlaku lancang atas sesuatu yang ghaib, padahal Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
"Katakanlah: 'Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah'.” (QS. An Naml :65)
"(Dia adalah Rabb) Yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhaiNya.
" (QS. Jin :26-27)
Kepastian ampunan atau rahmat Allah kepada seseorang setelah orang itu meninggal dunia merupakan perkara ghaib;
Namun seorang muslim diharapkan mendapatkan maghfirah (ampunan), rahmat dan masuk syurga, sebagai karunia dan kasih sayang dari Allah. Dan dia dido’akan agar mendapatkan ampunan, sebagai ganti dari pemberitaan bahwa ia telah mendapatkan ampunan dan rahmat. Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." (QS An Nisa': 48)
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit bahwa Ummul Ala’ -seorang wanita yang pernah membaiat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam- memberitahuku, bahwa kaum muhajirin diundi (untuk menentukan siapa di kalangan Muhajirin yang ditempatkan di rumah seorang dari kalangan Anshar). Maka Utsman bin Madz’un terpilih buat kami, lalu kami ditempatkan di rumah kami. Lalu dia sakit yang menyebabkan meninggal. Ketika sudah meninggal, dimandikan, dan telah dikafani dengan kain-kainnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk. Lalu aku mengatakan, “Rahmat Allah atasmu, wahai Abu Sa’ib (maksudnya Utsman bin Madz’un)Aku bersaksi bahwa Allah sungguh telah memuliakanmu.”
Mendengar ucapanku ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Apa yang telah membuat Engkau mengetahui bahwa Allah telah memuliakannya?”
Aku mengatakan, “Demi bapakmu(ini bukan untuk bersumpah, pent), lalu siapa yang dimuliakan Allah?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Karena dia telah meninggal dunia, maka demi Allah, saya sungguh mengharapkan kebaikan baginya. Dan demi Allah, saya tidak tahu padahal saya adalah Rasulullah apa yang akan Allah lakukan pada diri saya!“
Kemudian ummul ‘Ala mengatakan: ”Demi Allah, setelah itu seterusnya (kepada seorang pun) saya  tidak (lagi) memberi persaksian bahwa si fulan mendapatkan kebaikan setelah meninggalnya.” (HR Bukhari)
Dan mengenai ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Dan demi Allah. Saya tidak tahu-padahal saya adalah Rasulullah- apa yang akan Allah lakukan pada diri saya," beliau katakan sebelum Allah menurunkan firmannya:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada kamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberikan ampunan kepadamu terhadap dosa yang telah lalu dan akan datang." (QS Al Fath :1-2) Juga sebelum Allah memberitahukan beliau termasuk sebagai penghuni surga.
(Lihat fatwa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Al Ilmiyah Wal ifta’, 2/159-160).
Mendudukkan maksud Almarhum
Mengenai ucapan "Almarhum", jika maknanya pemberitaan tentang keadaan si mayit bahwa ia telah mendapatkan rahmat dari Allah, maka ini haram. Karena ucapan ini berarti sama dengan memastikan bahwa si fulan termasuk penduduk surga. Padahal ini termasuk perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah dan orang-orang yang diberi tahu oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Namun jika makna "almarhum" itu sebagai ungkapan optimisme atau harapan semoga si mayit mendapatkan rahmat, maka tidaklah mengapa mengucapkan kata-kata ini. (lihat Majmu’ Fatawa, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, 3/85).
Jika maknanya pemberitaan tentang keadaan si mayit bahwa ia telah mendapatkan rahmat dari Allah, maka ini haram.
Ucapan apa yang tepat?
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami, semestinya jika kalimat "almarhum" diganti dengan rahimahullah atau ghafarallahu lahu, atau Allahu yarhamuhu atau sejenisnya yang merupakan do’a.
Hal ini sebagaimana yang dinasihatkan oleh Syaikh bin Bazz, ". . . demikian juga (tidak diperbolehkan) persaksian atas seorang bahwa ia maghfur lahu (diampuni dosa-dosanya) atau almarhum (benar-benar mendapat rahmat). Oleh karena itu, sebagai ganti dari ucapan al marhum dan al maghfur, sebaiknya diucapkan : “Ghafarallahu lahu” (semoga Allah mengampuninya) atau “Rahimahullahu” (Semoga Allah merahmatinya). Atau ungkapan sejenis yang termasuk do’a bagi si mayit. (Lihat Majmu’ Fatawa Wa Maqalatu Mutanawwi’ah, 4/335).
. .  semestinya jika kalimat "almarhum" diganti dengan rahimahullah atau ghafarallahu lahu, atau Allahu yarhamuhu atau sejenisnya yang merupakan do’a.

MANFAAT GERAKAN SHOLAT BAGI KESEHATAN

Pada kesempatan ini saya ingin berbagi tentang faedah/manfaat dari gerakan shalat yang minimal lima waktu dalam sehari semalam kita laksanakan. Sungguh dengannya telah semakin membuka cakrawala kebenaran ajaran Islam bagi segenap umat manusia. Menempatkan bahwa Islam adalah rahmatan lil `alamin (rahmat sekalian alam) yang tak terbantahkan.
Berikut ini adalah penjelasannya:
Sebelum membahas tentang manfaat gerakan shalat, ada baiknya kita membahas tentang manfaat dari berwudhu sebelum menunaikan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berwudhu dengan membaguskan wudhunya, maka keluarlah dosa-dosanya dari kulitnya sampai dari kuku jari-jemarinya” (HR. Muslim)
“Sungguh ummatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhunya, (Abu Hurairah menambahkan) maka siapa yang mampu melebihkan panjang sinar pada tubuhnya, maka lakukanlah” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ilmu kontemporer menetapkan, setelah melalui percobaan mikroskopi terhadap tumbuhnya mikroba pada orang yang berwudhu secara teratur dan juga kepada yang tidak teratur- bahwasannya orang yang selalu berwudhu maka mayoritas hidung mereka menjadi bersih, tidak terdapat berbagai mikroba. Oleh karena itu, adanya mikroba yang menempel pada mereka hilang sama sekali ketika mereka membersihkan hidung, dibandingkan dengan orang yang tidak berwudhu maka tumbuh pada hidung mereka berbagai mikroba dalam jumlah yang besar yang termasuk jenis mikroba berbentuk bulat dan berklaster yang sangat berbahaya … dan mikroba yang cepat menyebar dan berkembang-biak … dan mikroba lainnya yang menyebabkan banyak terjadinya berbagai penyakit. Dan sudah jelas bahwasannya proses keracunan itu terjadi adanya perkembangan berbagai mikroba yang berbahaya bagi rongga hidung, kemudian sampai ke tenggorokan untuk kemudian terjadi berbagai peradangan dan penyakit, apalagi jika sampai masuk ke peredaran darah!!
Oleh karena itu, disyari\’atkan untuk melakukan istinsyaaq (menghirup air ke dalam hidung) sebanyak 3 kali kemudian menyemburkannya (tetap dengan hidung) setiap kali wudhu. Adapun berkumur-kumur itu dimaksudkan untuk menjaga kebersihan mulut dan kerongkongan dari peradangan dan pembusukan pada gusi, serta menjaga gigi dari sisa-sisa makanan yang menempel gigi. Dan sudah terbukti secara ilmiah bahwa 90% orang yang mengalami kerusakan gigi jika saja mereka mau perhatian terhadap kebersihan mulutnya ketika dahulu rusak gigi-gigi mereka, dan adanya pembusukan yang terjadi disebabkan oleh makanan dan air liur dan bercampur dalam perut dan menuju ke darah. Dan dari darah itulah kemudian menyebar ke seluruh organ dan kemudian menyebabkan berbagai penyakit.
Dan sungguh, berkumur-kumur akan menyegarkan berbagai organ yang ada di wajah dan menjadi cerah. Dan uji-coba ini belum pernah dikemukakan oleh para dosen olah raga kecuali sedikit. Hal ini karena mereka hanya memperhatikan kepada organ-organ tubuh yang besar. Dan membasuh wajah dan kedua tangan sampai siku, serta kedua kaki memberikan manfaat untuk menghilangkan debu-debu dan berbagai bakteri, apalagi dengan membersihkan badan dari keringat dan kotoran lainnya yang keluar melalui kulit.
Dan juga, sudah terbukti secara ilmiah tidak akan menyerang kulit manusia kecuali apabila kadar kebersihan kulitnya rendah. Sebab manusia apabila lama beraktivitas tanpa membasuh anggota badanya, maka kulit akan mengalami berbagai peradangan yang menyerang permukaan kulit, seperti kudis. Dan kudis ini menyerang ujung jari-jari yang sebagian besar tidak dalam keadaan bersih, sehingga masuklah berbagai mikroba ke dalam kulit.
Oleh karena itu, bertumpuk-tumpuknya peradangan sangat mengundang mikroba untuk berkembang-biak dan menyebar. Maka, wudhu telah mendahului Ilmu Pektrologi modern dan para pakar yang menggunakan karantina sebagai media untuk mengetahui berbagai mikroba dan jamur-jamur yang menyerang kulit orang-orang yang tidak suka dengan kebersihan, dimana kebersihan ini semakna dengan wudhu dan mandi dan dengan uji-coba dan penelitian.
Penelitian dan uji coba ini memberikan manfaat yang lain:
Bahwa kedua tangan banyak membawa mikroba yang terkadang berpindah ke mulut atau hidung apabila tidak dibasuh. Oleh karena itu, sangat ditekankan untuk membersihkan kedua tangan terlebih dahulu sebelum melakukan wudhu. Dan ini menambah jelas kepada kita sabda Rasulullah: Apabila salah seorang diantara kalian bangun dari tudir, maka janganlah mencelupkan kedua tangannya ke bejana (tempat air) sebelum mencucinya terlebih dahulu tiga kali.
Dan sudah terbukti juga bahwa peredaran darah pada organ tangan bagian atas dan lengan bawah serta organ-organ bagian bawah seperti kedua kaki dan kedua betis adalah organ-organ yang paling lemah dibandingkan organ tubuh lainnya karena jauhnya dari pusat peredaran darah, jantung. Maka apabila kita membasuhnya diserta menggosoknya, maka akan menguatkan peredaran darah pada organ-organ tersebut sehingga membantu kita menambah tenaga dan vitalitas. Dan dari itu semua, maka terketahuilah mukjizat disyari\’atkannya wudhu di dalam Islam.
Setelah penjelasan mengenai wudhu diatas, marilah kita memasuki pembahasan tentang manfaat dari gerakan shalat. Diantaranya sebagai berikut:
1. Takbiratul Ihram
Takbiratul ihram adalah sikap yang berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga dan pangkal tangan yang sejajar dengan bahu, lalu melipatnya di depan perut (di atas pusar) atau dada bagian bawah. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar yang kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh.
Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas dan gerakan ini bermanfaat untuk melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan kekuatan otot lengan.

2. Ruku’
Ruku’ yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang dan tangan bersandar pada lutut.
Gerakan ini bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi serta fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk merelaksasikan otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, ruku` adalah sarana latihan bagi kemih sehingga gangguan prostate dapat dicegah.

3. I’tidal
Bangun dari ruku’, tubuh kembali tegak setelah mengangkat kedua tangan setinggi telinga. I’tidal merupakan variasi dari postur setelah ruku’ dan sebelum sujud. Gerakan ini bermanfaat sebagai latihan yang baik bagi organ-organ pencernaan. Pada saat I’tidal dilakukan, organ-organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Tentu memberi efek melancarkan pencernaan.

4. Sujud
Posisi sujud berguna untuk memompa getah bening ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan daerah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya lakukan sujud dengan tuma’ninah (tenang), tidak tergesa-gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak karena sujud yang tuma’ninah dan kontinu dapat memicu peningkatan kecerdasan seseorang. Posisi seperti ini menghindarkan seseorang dari gangguan wasir juga saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada. Khusus untuk wanita, payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.
Selain itu, manfaat lain bagi wanita yaitu otot-otot perut (rectus abdominis dan obliqus abdominis externus) berkontraksi penuh saat pinggul serta pinggang terangkat melampaui kepala dan dada. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk mengejan lebih dalam dan lebih lama yang membantu dalam proses persalinan. Karena di dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami, otot ini justru menjadi elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan dan mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).

5. Duduk di antara sujud
Duduk setelah sujud terdiri dari dua macam yaitu iftirosy (tahiyat awal) dan tawarru’ (tahiyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
Pada saat iftirosy, tubuh bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan saraf nervus Ischiadius. Posisi ini mampu menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarru’ sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (uretra), kelenjar kelamin pria (prostate) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan dengan benar, posisi seperti ini mampu mencegah impotensi.
Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarru’ menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.
Duduk Iftirosy
Duduk Tawarru`
6. Salam
Gerakan memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal. Salam bermanfaat untuk merelaksasikan otot sekitar leher dan kepala, menyempurnakan aliran darah di kepala sehingga mencegah sakit kepala serta menjaga kekencangan kulit wajah.

Demikianlah yang dapat saya share kepada Anda sekalian. Sungguh banyak mendatangkan banyak manfaat bagi kita yang sudi menunaikannya sehari-hari. Semoga dengannya kita bisa lebih meningkatkan ibadah shalat kita. Mengharap banyak kesehatan dan tentulah ridha-Nya.
Yogyakarta, 01 Nopember 2010
Mashudi Antoro (Oedi`)
[Referensi: http://desylvia.wordpress.com/2010/09/09/khasiat-setiap-gerakan-shalat/ dan Al-I\’jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah]

Kilas balik dari kisah perang yarmuk

Sejarah kejayaan Islam tak lepas dari amalan jihad yang diperani oleh para pendahulu umat ini. Jihad memiliki kedudukan mulia di dalam Islam. Tentunya, diatas ketentuan yang telah digariskan Allah  dan Rasul-Nya . Bukan aksi teror yang muncul dari semangat tanpa ilmu. Tulisan berikut ini adalah memaparkan gambaran jihad fii sabilillaah di masa Khalifah Abu Bakr Ash-Shiddiq .
Seusai memulihkan kondisi jazirah ’Arab, dengan memerangi kaum murtad dan orang-orang yang menolak membayar zakat, Abu Bakr  berusaha keras memobilisasi pasukan Islam dalam upaya menaklukkan negeri Syam yang termasuk daerah teritorial kerajaan Romawi.
Keadaan Romawi sebelum Peperangan
Ketika pasukan Islam bergerak menuju Syam, tentara Romawi merasa terkejut dan sangat takut. Dengan serta-merta mereka mengirimkan surat yang memberitahukan akan hal tersebut kepada Heraklius, raja Romawi yang berada di Himsh (sekarang dikenal dengan Homs –red). Dia pun melayangkan surat balasan yang berbunyi, ”Celaka kalian! Sesungguhnya mereka adalah pemeluk agama baru. Tidak ada yang bisa mengalahkan mereka. Patuhilah aku, dan berdamailah dengan menyerahkan setengah penghasilan bumi Syam! Bukankah kalian masih memiliki pegunungan Romawi?! Jika kalian tidak mematuhi perintahku, niscaya mereka akan merampas negeri Syam dan akan memojokkan kalian hingga terjepit di pegunungan Romawi.”
Tatkala telah mendapatkan surat balasan seperti ini, mereka (tentara Romawi) tidak mau menerima saran tersebut. Akhirnya, mau tidak mau Raja Heraklius mengirim pasukan dalam jumlah yang besar. Pasukan Romawi mulai bergerak, dan berhenti di lembah Al-Waqusah, di samping sungai Yarmuk yang berdataran rendah dan memiliki banyak jurang.
Kedatangan Khalid bin Al-Walid  dari ‘Iraq
Pasukan Islam yang berada di Syam segera meminta bantuan. Maka Abu Bakr Ash-Shiddiq  memerintahkan Khalid bin Al-Walid  agar menarik diri dari ’Iraq untuk kemudian menuju Syam bersama bala tentaranya. Dengan segera Khalid  menunjuk Al-Mutsanna bin Haritsah v sebagai penggantinya di ’Iraq. Kemudian beliau  bergerak cepat dengan membawa 9.500 personel pasukan menuju Syam. Mereka melalui jalan-jalan yang tidak pernah dilalui seorang pun sebelumnya, dengan menyeberangi padang pasir, mendaki gunung, serta melewati lembah-lembah yang sangat gersang.
Persiapan Pasukan Islam
Abu Sufyan  mengusulkan, layaknya ahli strategi perang, agar pasukan dibagi menjadi tiga formasi. Sepertiga bersiap-siap di depan pasukan Romawi, sepertiga lainnya yang terdiri dari bagian perbekalan dan para wanita agar berjalan, dan sepertiga yang tersisa dipimpin oleh Khalid  di posisi belakang. Jika musuh telah mencapai perkemahan wanita dan perbekalan, Khalid  akan berpindah ke depan kaum wanita, sehingga mereka dapat menyelamatkan diri di belakang pasukan Khalid bin Al-Walid .
Maka mereka pun segera merealisasikan usulan itu. Pasukan Islam mulai berkumpul dan berhadapan dengan musuh pada awal bulan Jumadil Akhir tahun 13 H.
Strategi Pasukan Islam
Pasukan Islam kala itu jumlahnya berkisar antara 36 ribu sampai dengan 40 ribu personel tentara. Didalamnya terdapat seribu orang shahabat Nabi  . Seratus orang dari mereka adalah para veteran perang Badar. Abu ’Ubaidah ibnul Jarrah (namanya Hanzholah bin Ath-Thufail) memimpin posisi tengah pasukan. ’Amru bin Al-’Ash  dan Syarahbil bin Hasanah  memimpin sayap kanan pasukan. Sedangkan pemimpin sayap kiri pasukan adalah Yazid bin Abi Sufyan (dia dikenal dengan sebutan Yazid Al-Khoir).
Khalid  membawa kudanya ke arah Abu ’Ubaidah  dan berkata, ”Aku akan memberikan usul.” Abu ’Ubaidah  menjawab, ”Katakanlah, aku akan mendengar dan mematuhinya.” Khalid  kembali berkata, ”Musuh pasti menyiapkan pasukan besar untuk membobol pertahanan pasukan kita. Aku khawatir pertahanan sayap kiri dan kanan akan kebobolan. Menurutku, pasukan berkuda harus dibagi menjadi dua kelompok. Satu pasukan ditempatkan di belakang sayap kanan, dan yang lain ditempatkan di belakang sayap kiri. Apabila musuh berhasil menembus pertahanan sayap kiri atau kanan, para pasukan berkuda berperan membantu mereka. Lalu kita datang menyerbu dari belakang.” Abu ’Ubaidah  berkomentar, ”Alangkah jitu usulmu itu!”
Khalid bin Al-Walid  pun memerintahkan agar Abu ’Ubaidah ibnul Jarrah  pindah ke posisi belakang. Hal ini agar jika ada tentara Islam berlari mundur, ia akan malu saat melihatnya kemudian kembali ke kancah pertempuran. Kemudian Khalid  menginstruksikan agar para wanita bersiap-siap dengan pedang, pisau belati, dan tongkat. Khalid  berkata, ”Siapa saja yang kalian jumpai melarikan diri dari medan pertempuran, bunuh dia!”
Strategi Pasukan Romawi
Setelah menerima bantuan personel dari pusat, pasukan Romawi maju dengan kesombongan membawa 240 ribu personel. 80 ribu pasukan pejalan kaki, 80 ribu pasukan berkuda, dan 80 ribu pasukan yang diikat dengan rantai besi (setiap sepuluh tentara diikat menjadi satu agar tidak lari dari peperangan).
Mereka bergerak hingga menutupi seluruh tempat yang ada seakan-akan mereka adalah awan hitam. Mereka berteriak-teriak, mengangkat suara tinggi-tinggi, sementara para pendeta, uskup, maupun pihak gereja mengelilingi pasukan membacakan Injil sambil memotivasi mereka agar gigih dalam berperang.
Pasukan lini depan dipimpin oleh Jarajah (George), sayap kiri dan kanan dipimpin oleh Mahan dan Ad-Daraqus. Pasukan penyerang dipimpin oleh Al-Qolqolan, menantu Heraklius. Adapun pimpinan tertinggi pasukan ini adalah saudara kandung Heraklius yang bernama Tadzariq.
Perundingan sebelum meletusnya Pertempuran
Abu ’Ubaidah dan Yazid bin Abi Sufyan maju ke arah pasukan Romawi dengan membawa Dhirar bin Al-Azur, Al-Harits bin Hisyam dan Abu Jandal bin Suhail  untuk bertemu dengan Tadzariq yang tengah duduk di dalam tenda yang terbuat dari sutera.
Para shahabat  berkata, ”Kami tidak dihalalkan memasuki tenda ini.” Maka dibentangkanlah karpet dari sutera dan mereka dipersilahkan untuk duduk di atasnya. Para shahabat  berkata, ”Kami tidak diperbolehkan duduk di atasnya.” Akhirnya Tadzariq duduk di tempat yang mereka inginkan. Para shahabat  mendakwahinya agar masuk Islam, namun perundingan ini berakhir tanpa hasil. Akhinya mereka pun kembali ke barisan pasukan. Pemimpin sayap kiri Romawi yang bernama Mahan ingin bertemu dengan Khalid bin Al-Walid  di antara dua pasukan yang saling berhadapan. Mahan berkata, ”Kami mengetahui bahwa kemiskinan dan kelaparanlah yang mengeluarkan kalian dari negeri kalian. Maukah kalian jika aku beri sepuluh dinar untuk setiap tentara beserta makanan dan pakaian, lalu kalian pulang ke negeri kalian? Dan pada tahun depan aku akan memberikan jatah yang serupa?”
Khalid bin Al-Walid  menjawab, ”Sesungguhnya, bukanlah yang mengeluarkan kami dari negeri kami apa yang engkau sebutkan tadi. Tetapi sebenarnya kami adalah sekelompok manusia peminum darah. Dan telah sampai berita kepada kami bahwa tidak ada darah yang lebih segar daripada darah kalian, bangsa Romawi. Untuk itulah kami datang kesini!” Mendengar jawaban itu para sahabat Mahan berucap, ”Demi Allah, ucapan tersebut baru pertama kali kita dengar dari bangsa ’Arab.”
Jalannya Pertempuran
Pasukan Romawi pada perang ini keluar dalam jumlah besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Khalid  juga membawa pasukan besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah ’Arab. Tatkala persiapan sudah matang, Khalid  memerintahkan untuk memulai dengan perang tanding. Mulailah para jagoan Islam di tiap pasukan maju hingga membuat suasana memanas. Sementara Khalid  berdiri menyaksikan laga tersebut.
Ditengah suasana yang sudah memanas, pemimpin pasukan lini depan Romawi yang bernama Jarajah ingin bertemu dengan Khalid  di tengah dua pasukan. Ia bertanya mengenai agama Islam, maka Khalid  memberitahukan dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Akhirnya, Jarajah masuk Islam, membalikkan sisi perisainya dan masuk ke dalam barisan pasukan Islam.
Melihat pembelotan Jarajah, pasukan Romawi menyerbu ke barisan kaum muslimin. Mahan memerintahkan pasukan sayap kanan menyerang menerobos pertahanan sayap kanan pasukan Islam. Kaum muslimin tetap tegar berjuang di bawah panji-panji mereka, hingga berhasil membendung serangan musuh.
Setelah itu, pasukan besar Romawi datang lagi bak gunung besar yang berhasil memporak-porandakan pasukan sayap kanan, hingga pasukan Islam beralih ke tengah. Tak lama kemudian, mereka saling memanggil agar kembali ke medan laga hingga berhasil memukul mundur kembali. Adapun para wanita, tatkala melihat ada tentara Islam yang lari mundur, mereka segera memukulinya dengan kayu, atau melemparinya dengan batu sehingga tentara tersebut kembali ke kancah peperangan.
Kemudian Khalid  beserta pasukannya yang berada di sayap kiri menerobos ke sayap kanan yang kebobolan diserang musuh, hingga berhasil membunuh enam ribu tentara Romawi. Lalu Khalid  membawa seratus pasukan berkuda menghadapi seratus ribu tentara Romawi hingga berhasil meluluhlantakkan pasukan musuh.
Pada hari itu, begitu terlihat kegigihan, kesabaran, dan kepahlawanan tentara-tentara Islam hingga pasukan Romawi berputar-putar seperti penumbuk gandum. Mereka tidak melihat, pada perang itu, melainkan kepala-kepala yang berterbangan, tangan-tangan maupun jari-jari yang terpotong, serta semburan darah yang membasahi medan laga.
Ketika itulah, seluruh pasukan Islam menyerbu dengan serentak, untuk kemudian dengan leluasa menghabisi musuh tanpa ada perlawanan sedikit pun. Jarajah pun akhirnya terluka parah dan meninggal dunia. Padahal beliau belum pernah shalat sekalipun, kecuali dua raka’at yang dikerjakan (diajarkan) oleh Khalid  ketika baru/awal masuk Islam.
Peperangan ini berawal dari siang hingga malam, sampai kemenangan diraih oleh Islam dan kaum muslimin. Malam itu, pasukan Romawi berlari dalam kegelapan. Adapun pasukan Romawi yang diikat rantai besi, jika salah seorang dari mereka terjatuh, maka terjatuhlah seluruhnya. Malam itu, Khalid  bermalam di kemah Tadzariq, pimpinan tertinggi pasukan Romawi.
Pasukan berkuda berkumpul di sekitar kemah Khalid  menunggu tentara Romawi yang lewat untuk dibunuh hingga waktu pagi tiba. Tadzariq pun terbunuh. Telah terbunuh pada hari itu 120.000 lebih pasukan Romawi. Adapun tentara Islam yang gugur di medan perang sebanyak tiga ribu pasukan. Kaum muslimin mendapat harta pampasan yang begitu banyak pada perang ini.
Demikianlah, kejayaan yang diraih oleh umat Islam tatkala mereka kokoh diatas kemurnian ibadah kepada Allah  dan berpegang teguh kepada sunnah (ajaran) Rasul-Nya . Sebagaimana firman Allah  (yang artinya):
”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)
Wallahu a’lam bish showab.
Sumber: http://www.buletin-alilmu.com/kilas-balik-dari-kisah-perang-yarmuk

Jenazah diLindungi Sayap Malaikat


Kisah Islamiah pada pagi ini tentang sakaratul maut.
Pada zaman Rasululah SAW, terdapat seorang pejuang gagah berani yang berjuang di jalan Allah SWT.
Karena ketulusannya dalam membela Islam melalui perang, menjadikan jenazahnya dilindungi oleh sayap Malaikat.


Kisahnya.
Tak dapat diketahui secara pasti kelahiran Abdullah bin Amru bin Harram. Abdullah bin Amru ini termasuk golongan 70 orang yang ikut dalam pembaiatan Rasulullah SAW di Aqobah Kedua. Ia juga dipercaya sebagai salah satu ketua dari 12 ketua yang ikut dalam pembaiatan Rasulullah.
Selama hidupnya bersama Rasululah SAW, ia ikut perang Badar dan maju ke medan perang seperti pahlawan yang penuh keberanian.

Sebelum pergi ke medan perang UHUD pada tahun ke 3 Hijriyah, ia berkata,
"Aku tidak ingin melihat aku terbunuh di perang ini tapi aku berharap menjadi orang pertama yang mati syahid diantara orang-orang muslim."


Perang Uhud.
Diantara peperangan yang diikuti adalah Perang Badar dan Uhud.
Pada waktu perang Uhud, anaknya yang bernama Jabir bin Abdullah bercerita bahwa pada suatu malam ayahnya memanggil dirinya pada waktu hendak di mulai perang Uhud. Ayahnys berkata,
"Rasanya sayalah yang akan terbunuh diantara para sahabat dalam perang ini. Semoga saya orang pertama yang mati syahid. Demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih saya cintai setelah Rasulullah SAW melainkan dirimu. Saya mempunyai hutang, maka kelak kalau saya wafat bayarlah hutangku dan berilah nasehat kepada saudaramu yang lain."

Keesokan harinya, umat islam keluar rumah untuk menghadapi kaum kafir Quraisy. Mereka datang dengan tentara yang tidak sedikit.
Terjadilah peperangan yang sangat hebat. Namun para pemanah melanggar perintah Rasululah SAW agar tetap berjaga di tempatnya. Rasul ini merupakan seorang pemimpin perang yang sangat-sangat ulung.

Pada saat pasukan pemanah tidak mematuhi perintah Rasulullah SAW, maka pasukan kafir Quraisy menggempur habis-habisan sehingga umat islam dapat dikalahkan. Di antara pahlawan umat islam yang gugur dalam perang itu adalah Abdullah bin Amru.

Malaikat Hadir.
Setelah selesai berperang, umat islam mengumpulkan pasukannya yang telah wafat.

Jabir pun ikut mencari di mana ayahnya. Setelah itu, akhirnya Jabir menjumpai mayat ayahnya yang sudah tidak bernyawa lagi.
Dalam perang itu, Abdullah bin Amru gugur sebagai Syuhada. Rasulullah SAW ikut belasungkawa sekaligus bangga terhadap Abu Jabir hingga beliau bertakziah ke keluarga Abdullah bin Amru.

Pada waktu Rasulullah SAW melihat Jabir dan keluarganya sedang menangis, Rasul bersabda,
"Kalian menangis atau tidak menangis, para malaikat akan melindunginya dengan saya-sayapnya."

Subhanallah...
Pastilah benar dan sungguh benar setiap kata yang diucapkan oleh Rasulullah SAW.
Setiap kata yang diucapkan tak ada dusta sama sekali, hingga terciptalah judul postingan ini.

Setelah mendengar penuturan Rasululah SAW itu, keluarga Abdullah bin Amru bertambah pasrah dan ikhlas.
Pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda,
"Wahai Jabir, Allah tidak pernah berbicara kepada seseorang melainkan di balik tabir. Dan Allah SWT berbicara dengan ayahmu secara langsung."

Makam Baqi'
Suatu saat Rasul juga pernah menceritakan bahwa ada keinginan yang kuat dari ayahnya Jabir ini untuk berjuang membela agama Allah SWT.
Abdullah binAmru pernah berdoa,
"Ya Allah, berikanlah keturunanku nikmat yang engkau berikan padaku."

Rasulullah SAW memerintahkan untuk menguburkan jenazah Abdullah bin Amru bin Harram di kuburan Baqi bersama Amru bin Al-Jumuh dalam satu kuburan.
Sebab keduanya adalah teman akrab yang saling mencintai di jalan Allah SWT selama hidupnya.

Biografi Asy Syaikh Ubaid Al-Jabiri

Disusun oleh: Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Yahya
Nama
Beliau adalah Ubaid bin Abdillah bin Sulaiman Al-Hamdani Al-Jabiri. Suku Hamdan termasuk dalam keluarga suku  Jabir dan suku Jabir  termasuk ke dalam keluarga suku Harb Al-Hijaz. Beliau adalah kepala suku Hamdan.
Kelahiran
Beliau dilahirkan di Hijaz pada tahun 1357 H di desa Al Faqir (yang sekarang telah menjadi kota administratif)[1] yang berada di kabupaten Wadi Fura’ (suatu lembah yang dikelilingi oleh gunug-gunung dan dilalui oleh wadi-wadi/tempat aliran air saat hujan turun dan daerah tersebut terkenal dengan perkebunan kormanya) yang masih termasuk propinsi Madinah. [2]
Masa kecil
Pada tahun 1365 H, beliau mengikuti orang tuanya pindah ke Mahd Adz-Dzahab (salah satu kabupaten dalam propinsi Madinah). Beliau tinggal di kabupaten ini selama 8 tahun.
Masa pendidikan
Beliau mulai mengenyam pendidikan dasar di madrasah Mahd Adz-Dzahab antara tahun 1371 – 1373 H.
Di akhir tahun ini beliau kembali ke Wadi Fura’. Kemudian beliau berpindah ke kota Madinah pada tahun 1374 hingga sekarang.
Karena kondisi keluarga yang tidak memungkinkan, beliau tidak dapat melanjutkan studi beliau selama 6 tahun.
Pada tahun 1381, beliau kembali belajar di Darul Hadits Madinah Nabawiyah yang saat itu dipimpin oleh Syaikh Umar bin Muhammad Fallatah rahimahullah. Beliau menempuh studinya selama 2 tahun.
Kemudian beliau melanjutkan ke tingkat Ma’had Al-Ilmi yang sekarang dinamakan Ma’had Al Madinah Al Ilmi. Di dalamnya, beliau mempelajari ilmu-ilmu syar’i dan bahasa arab mulai tahun 1383-1387 H.
Kemudian setelah itu beliau kuliah di Universitas Islam Madinah Nabawiyah pada tahun 1388-1392 H.  Beliau lulus di tahun 1392 H dengan predikat ‘excellent’ dan terbaik di angkatan beliau.
Masa tugas
Kemudian beliau diangkat menjadi pembina di Departemen Penerangan wilayah Jeddah. Beliau bertugas selama 4 tahun.
Kemudian beliau berpindah tugas di Markas Dakwah di Madinah. Saat itu lembaga ini dibawah naungan Dewan Pimpinan Riset Ilmiah, Dakwah wal Irsyad yang saat itu dipimpin oleh Al Imam Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah.
Beliau bertugas selama 8 tahun membantu Direktur Markas dan menggantikannya saat berhalangan.
Kemudian beliau berpindah tugas ke Universitas Islam pada hari Ahad 28 Dzulhijjah tahun 1404 dan ditetapkan sebagai guru di Ma’had Ats-Tsanawi dilingkungan Universitas.
Pada tahun 1407 H, beliau diangkat sebagai guru bidang ushul fikih.
Beliau tetap mengajar di Ma’had Ats-Tsanawi di lingkungan Universitas sampai beliau meminta pindah bagian di fakultas dakwah. Dan beliau tetap mengajar di fakultas ini hingga memasuki masa pensiun pada umur 60 tahun pada tahun 1417 H di awal bulan Rajab.
Studi lanjutan
Di tengah masa tugas, beliau berhasil mendapatkan gelar master dengan desertasi beliau tentang studi tafsir Muhammad bin Ka’b Al Qurazhi pada tahun 1409 H.
Keistimewaan
Penting untuk disebutkan bahwa beliau hafizhahullah dengan biografinya yang harum dan penuh dengan manfaat dan berkah, telah kehilangan penglihatannya di bulan-bulan pertama sejak kelahirannya.
Guru-guru beliau
Beliau hafizhahullah belajar di bawah bimbingan para ulama yang memiliki keutamaan dalam bidang pendidikan, akhlak dan ilmu agama. Diantara guru-guru beliau yang terkenal adalah :
- Di Darul Hadits:
1. Syaikh Saifur-Rahmaan bin Ahmad
2. Syaikh Ammaar bin Abdillaah
- Di Ma’had Al-Ilmi:
1. Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Al-Khudhairi
2. Syaikh Audah bin Talqah Al-Ahmadi
3. Syaikh Dakhil bin Khalifah Al-Khalithi
4. Syaikh Abdur-Rahmaan bin Abdillah Al-Ajlan
5. Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Ajlan
- Di Universitas Islam Madinah:
1. Syaikh Allamah Muhaddits Hammad bin Muhammad Al-Anshari
2. Syaikh Allamah Muhaddits Abdul-Muhsin Al-Abbad
3. Syaikh Abdul Lathif Al Bani.
Dan diantara guru-guru yang sangat berpengaruh terhadap beliau adalah Syaikh Allamah Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, dimana beliau sering bertemu keduanya dan banyak belajar dari pribadi dan akhlak keduanya.
Perjumpaan beliau dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz lebih sering, hal ini sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya karena hubungan kerja. Beliau banyak mendapatkan perhatian khusus dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah.
Karya beliau
Beliau memiliki beberapa karya, kami sebutkan diantaranya adalah :
1-     Taisirul Ilah bi Syarh Adillati Syuruth ‘Laa Ilaaha Illallah’.
2-     Tanbihu Dzawil Uqul As-Salimah Ila Fawaid Mustanbathah Min As-Sittah Al Ushul Al Azhimah.
3-     Imdadul Qari bi Syarh Kitab At-Tafsir min Shahih Al Bukhari.
4-     Fath Al Aziz Al A’la bi Syarh Al Qawa’id Al Mutsla.
5-     Syarh Muntaqa Ibnil Jarud –semoga Allah mudahkan penyempurnaannya-.
6-     Kumpulan Fatwa beliau. Sekarang dalam proses pengumpulan dan penyusunan –semoga Allah mudahkan penyempurnaannya-.
7-     Tanwirul Mubtadi syarh Qawaid Fiqhiyah ibn Si’di. dll
Tugas-tugas :
  1. Imam masjid As-Sabq di Madinah Nabawiyah (sekarang lokasinya dekat terminal bus SAPTCO ([3]) selama lima tahun antara 1387-1392 H. Kemudian menjadi khathib di masjid Al Iman. Dan sekarang beliau menjadi khatib di masjid Naffa’ Al ‘Amri dekat jl. Amir Abdul Majid.[4]
  2. Guru di sekolah Mutawassithah Umar bin Abdil Aziz di Jeddah tahun 1392-1397 H.
  3. Da’i di Markas Dakwah wal Irsyad di Madinah Nabawiyah sekaligus asisten direktur Markas dan penggantinya jika berhalangan. Tugas ini diemban di akhir 1396-1404 H.
  4. Dosen di Universitas Islam Madinah di akhir 1404-awal bulan Rajab 1417. Dan ini adalah tugas terakhir yang beliau emban. Pada saat inilah beliau memasuki masa pensiun sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  5. Dosen I’dad Al Muallimat di Masjid Nabawi bagian sampai sekarang.
  6. Aktif di berbagai seminar, kajian dan daurah ilmiah yang digelar di Saudi Arabia dan negara tetangga.
Pujian para ulama :
Kedudukan beliau dalam ranah ilmiah dan kapasitas serta aktifitas beliau dalam dakwah salafiyah banyak mengundang pujian para ulama. Diantara mereka adalah Syaikh Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah, Syaikh Allamah Muhammad Al Banna, Syaikh Allamah Zaid Al Madkhali, Syaikh Allamah Shalih As-Suhaimi hafizhahumullah dll.
Syaikh Allamah Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah pernah ditanya oleh sejumlah pemuda dari kota Manchester : Apa pendapat anda tentang Syaikh Ubaid Al Jabiri ? Apakah beliau bukan seorang alim, hanya penuntut ilmu biasa saja ?
Beliau menjawab : Barangsiapa yang mencela beliau dan mengatakannya bodoh, (maka) orang ini telah menempuh jalan setan dan mengikuti pola-pola hizbiyyah dalam mencela ulama yang bermanhaj salafi.
Syaikh Ubaid termasuk ulama salafiyyin yang terkenal dengan sikap wara’, zuhud dan berkata kebenaran barakallahu fikum. (sumber : muhadharah yang disampaikan kepada pemuda Manchester pada tanggal 9 Dzulhijjah 1425 H).
Demikianlah sekilas tentang biografi Syaikh Allamah Ubaid Al Jabiri hafizhahullah yang sekarang ini telah berumur 72 tahun. Beliau telah menginfakkan hidupnya dalam dunia pendidikan dan dakwah di jalan Allah. Semoga apa yang telah beliau tempuh diterima oleh Allah Ta’ala sebagai timbangan kebaikan di sisi-Nya dan semoga Allah senantiasa menjaga beliau dan mewafatkannya dalam husnul khatimah. Aamiin.
Abu Abdillah Muhammad Yahya
Madinah Nabawiyah
25 Shafar 1430 H

Biografi Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin

Nasab (Silsilah Beliau)
Beliau bernama Abdillah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin Al-Wahib At-Tamimi. Dilahirkan di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah.
Pertumbuhan Beliau
Beliau belajar membaca Al-Qur’an kepada kakeknya dari ibunya yaitu Abdurrahman Bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, hingga beliau hafal. Sesudah itu beliau mulai mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung dan beberapa bidang ilmu sastra.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah menugaskan kepada 2 orang muridnya untuk mengajar murid-muridnya yang kecil. Dua murid tersebut adalah Syaikh Ali Ash-Shalihin dan Syaikh Muhammad Bin Abdil Aziz Al-Muthawwi’ Rahimahullah. Kepada yang terakhir ini beliau (syaikh Utsaimin) mempelajari kitab Mukhtasar Al Aqidah Al Wasithiyah dan Minhaju Salikin fil Fiqh karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dan Al- Ajurrumiyah serta Alfiyyah.
Disamping itu, beliau belajar ilmu faraidh (waris) dan fiqh kepada Syaikh Abdurrahman Bin Ali Bin ‘Audan. Sedangkan kepada syaikh (guru) utama beliau yang pertama yaitu Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di, beliau sempat mengkaji masalah tauhid, tafsir, hadits, fiqh, ustsul fiqh, faraidh, musthalahul hadits, nahwu dan sharaf.
Belia mempunyai kedudukan penting di sisinya Syaikhnya Rahimahullah. Ketika ayah beliau pindah ke Riyadh, di usia pertumbuhan beliau, beliau ingin ikut bersama ayahnya. Oleh karena itu Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengirim surat kepada beliau: “Hal ini tidak mungkin, kami menginginkan Muhammad tetap tinggal di sini agar dapat bisa mengambil faidah (ilmu).”
Beliau (Syaikh Utsaimin) berkata, “Sesungguhnya aku merasa terkesan dengan beliau (Syaikh Abdurrahman Rahimahullah) dalam banyak cara beliau mengajar, menjelaskan ilmu, dan pendekatan kepada para pelajar dengan contoh-contoh serta makna-makna. Demikian pula aku terkesan dengan akhlak beliau yang agung dan utama sesuai dengan kadar ilmu dan ibadahnya. Beliau senang bercanda dengan anak-anak kecil dan bersikap ramah kepada orang-orang besar. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya yang pernah aku lihat.”
Beliau belajar kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -sebagai syaikh utama kedua bagi beliau- kitab Shahih Bukhari dan sebagian risalah-risalah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah serta beberapa kitab-kitab fiqh.
Beliau berkata, “Aku terkesan terhadap syaikh Abdul Aziz Bin Baz Hafidhahullah karena perhatian beliau terhadap hadits dansaya juga terkesan dengan akhlak beliau karena sikap terbuka beliau dengan manusia.”
Pada tahun 1371 H, beliau duduk untuk mengajar di masjid Jami’. Ketika dibukanya ma’had-ma’had al ilmiyyah di Riyadh, beliau mendaftarkan diri di sana pada tahun 1372 H. Berkata Syaikh Utsaimin Hafidhahullah, “Saya masuk di lembaga pendidikan tersebut untuk tahun kedua seterlah berkonsultasi dengan Syaikh Ali Ash-Shalihin dan sesudah meminta ijin kepada Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah. Ketika itu ma’had al ilmiyyah dibagi menjadi 2 bagian, umum dan khusus. Saya berada pada bidang yang khusus. Pada waktu itu bagi mereka yang ingin “meloncat” – demikian kata mereka- ia dapat mempelajari tingkat berikutnya pada masa libur dan kemudian diujikan pada awal tahun ajaran kedua. Maka jika ia lulus, ia dapat naik ke pelajaran tingkat lebih tinggi setelah itu. Dengan cara ini saya dapat meringkas waktu.”
Sesudah 2 tahun, beliau lulus dan diangkat menjadi guru di ma’had Unaizah Al ‘Ilmi sambil meneruskan studi beliau secara intishab (Semacam Universitas Terbuka -red) pada fakultas syari’ah serta terus menuntut ilmu dengan bimbingan Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di.
Ketika Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di wafat, beliau menggantikan sebagai imam masjid jami’ di Unaizah dan mengajar di perpustakaan nasional Unaizah disamping tetap mengajar di ma’had Al Ilmi. Kemudian beliau pindah mengajar di fakultas syari’ah dan ushuludin cabang universitas Al Imam Muhammad Bin Su’ud Al Islamiyah di Qasim. Beliau juga termasuk anggota Haiatul Kibarul Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Syaikh Hafidhahullah mempunyai banyak kegiatan dakwah kepada Allah serta memberikan pengarahan kepada para Da’i di setiap tempat. Jasa beliau sangat besar dalam masalah ini.
Perlu diketahui pula bahwa Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Rahimahullah telah menawarkan bahkan meminta berulang kali kepada syaikh Utsaimin untuk menduduki jabatan Qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan surat pengangkatan sebagai ketua pengadilan agama di Al Ihsa, namun beliau menolak secara halus. Setelah dilakukan pendekatan pribadi, Syaikh Muhammad Bin Ibrahim pun mengabulkannya untuk menarik dirinya (Syaikh Utsaimin -red) dari jabatan tersebut.
Karya-karya Beliau
Buku-buku yag telah ditulis oleh Syaikh Utsaimin diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Talkhis Al Hamawiyah, selesai pada tanggal 8 Dzulhijah 1380 H.
2. Tafsir Ayat Al Ahkam (belum selesai).
3. Syarh Umdatul Ahkam (belum selesai).
4. Musthalah Hadits.
5. Al Ushul min Ilmil Ushul.
6. Risalah fil Wudhu wal Ghusl wash Shalah.
7. Risalah fil Kufri Tarikis Shalah.
8. Majalisu Ar Ramadhan.
9. Al Udhiyah wa Az Zakah.
10. Al Manhaj li Muridil Hajj wal Umrah.
11. Tashil Al Faraidh.
12. Syarh Lum’atul I’tiqad.
13. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah.
14. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
15. Al Qowaidul Mustla fi Siftillah wa Asma’ihil Husna.
16. Risalah fi Annath Thalaq Ats Tsalats Wahidah Walau Bikalimatin (belum dicetak).
17. Takhrij Ahadits Ar Raudh Al Murbi’ (belum dicetak).
18. Risalah Al Hijab.
19. Risalah fi Ash Shalah wa Ath Thaharah li Ahlil A’dzar.
20. Risalah fi Mawaqit Ash Shalah.
21. Risalah fi Sujud As Sahwi
22. Risalah fi Aqsamil Mudayanah.
23. Risalah fi Wujubi Zakatil Huliyyi.
24. Risalah fi Ahkamil Mayyit wa Ghuslihi (belum dicetak).
25. Tafsir Ayatil Kursi.
26. Nailul Arab min Qawaid Ibnu Rajab (belum dicetak).
27. Ushul wa Qowa’id Nudhima ‘Alal Bahr Ar Rajaz (belum dicetak).
28. Ad Diya’ Allami’ Minal Hithab Al Jawami’.
29. Al Fatawaa An Nisaa’iyyah
30. Zad Ad Da’iyah ilallah Azza wa Jalla.
31. Fatawa Al Hajj.
32. Al Majmu Al Kabir Min Al Fatawa.
33. Huquq Da’at Ilaihal Fithrah wa Qarraratha Asy Syar’iyah.
34. Al Khilaf Bainal Ulama, Asbabuhu wa Muaqifuna Minhu.
35. Min Musykilat Asy Sayabab.
36. Risalah fil Al Mash ‘alal Khuffain.
37. Risalah fi Qashri Ash Shalah lil Mubtaisin.
38. Ushul At Tafsir.
39. Risalah Fi Ad Dima’ Ath Tabiiyah.
40. As’illah Muhimmah.
41. Al Ibtida’ fi Kamali Asy Syar’i wa Khtharil Ibtida’.
42. Izalat As Sitar ‘Anil Jawab Al Mukhtar li Hidayatil Muhtar.
Dan masih banyak karya-karya beliau hafidahullah ta’ala yang lain. Wallahu ‘alam.
Sumber: SALAFY Edisi XIII/Sya’ban-Ramadhan/1417/1997
Judul Asli: “Tokoh Ahlus Sunnah dari Unaizah”
Wafat Beliau (keterangan tambahan)
Sekarang beliau telah meninggal dunia. Beliau meninggal pada hari Rabu 15 Syawal 1421 Hijriyah bertepatan dengan 10 Januari 2001 dalam usia yang ke 74. Semoga Allah merahmati beliau dan memberikan balasan yang setimpal kepada beliau atas jasa-jasa beliau kepada Islam dan Muslimin.
Sumber keterangan tambahan dinukil dari catatan kaki kitab Syarah Tsalasatil Ushul
edisi Indonesia “Penjelasan 3 Landasan Pokok yang Wajib Diketahui Setiap Muslim”
Penerbit Maktabah Al Ghuroba.
Dicopy dari: http://ghuroba.blogsome.com/2007/06/17/syaikh-muhammad-bin-shalih-al-utsaimin/

Biografi Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Beliau adalah Pembaharu Islam (mujadid) pada abad ini. Karya dan jasa-jasa beliau cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu Hadits. Beliau telah memurnikan Ajaran islam terutama dari hadits-hadits lemah dan palsu, meneliti derajat hadits.
Nasab (Silsilah Beliau)
Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari`at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul), yang ketika Raja Ahmad Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya beliau memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau sekeluargapun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa arab. Beliau masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum`iyah al-Is`af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida`iyah. Selanjutnya beliau meneruskan belajarnya langsung kepada para Syeikh. Beliau mempelajari al-Qur`an dari ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi dari ayahnya.
Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga beliau menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya.
Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni `an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar. Sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya` Ulumuddin al-Ghazali. Kegiatan Syeikh al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya seraya berkomentar. Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).
Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di sana (Damaskus). Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan.
Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur, beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Pengalaman Penjara
Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid`ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah.
Beberapa Tugas yang Pernah Diemban
Syeikh al-Albani Beliau pernah mengajar di Jami`ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syeikh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H beliau kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam`iyah Islamiyah di sana. Mandapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H.
Beberapa Karya Beliau
Karya-karya beliau amat banyak, diantaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan ada yang mafqud (hilang), semua berjumlah 218 judul. Beberapa Contoh Karya Beliau yang terkenal adalah :
1. Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
2. Al-Ajwibah an-Nafi`ah `ala as`ilah masjid al-Jami`ah
3. Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
4. Silisilah al-Ahadits adh-Dha`ifah wal maudhu`ah
5. At-Tawasul wa anwa`uhu
6. Ahkam Al-Jana`iz wabida`uha
Di samping itu, beliau juga memiliki kaset ceramah, kaset-kaset bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat dan kaset-kaset berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah yang bermanfaat.
Selanjutnya Syeikh al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku foto copyan, manuskrip-manuskrip (yang ditulis oleh beliau sendiri ataupun orang lain) semuanya diserahkan ke perpustakaan Jami`ah tersebut dalam kaitannya dengan dakwah menuju al-Kitab was Sunnah, sesuai dengan manhaj salafush Shalih (sahabat nabi radhiyallahu anhum), pada saat beliau menjadi pengajar disana.
Wafatnya
Beliau wafat pada hari Jum`at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania. Rahimallah asy-Syaikh al-Albani rahmatan wasi`ah wa jazahullahu`an al-Islam wal muslimiina khaira wa adkhalahu fi an-Na`im al-Muqim.
Sumber: http://ahlulhadist.wordpress.com//?p=11

Saat Saat Terkabul nya doa

SAAT-SAAT TERKABULNYA DOA
Berdoa dianjurkan kapan saja. Tetapi ada saat-saat     istimewa. Kapan?

1. Waktu sepertiga malam ter-akhir saat orang lain terlelap dalam
tidurnya.
Allah berfirman:
“…Mereka (para muttaqin) sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir
malam, mereka memohon ampun (kepada Allah).”(QS. Adz-Dzariyat: 18-19).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Rabb (Tuhan) kita turun di setiap malam ke langit yang terendah, yaitu saat
sepertiga malam terakhir, maka Dia berfirman : Siapa yang berdoa kepadaKu
maka Aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaKu maka Aku berikan
kepadanya, dan siapa yang meminta ampun kepadaKu maka Aku ampunkan
untuknya”. (HR. Al-Bukhari no. 1145, 6321 dan Muslim no. 758).
Dan Amr bin Ibnu Abasah mende-ngar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Tempat yang paling mendekat-kan seorang hamba dengan Tuhannya adalah
saat ia dalam sujudnya dan jika ia bangun melaksanakan shalat pada
sepertiga malam yang akhir. Karena itu, jika kamu mampu menjadi orang
yang berdzikir kepada Allah pada saat itu maka jadilah.” (HR. At-Tirmidzi,
Ahmad dan di-shahih -kan oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-
Albani).

jangan lupa di lanjutkan untuk membacanya»

WASIAT RASULULLAH KEPADA ABU DARDA’ (1)

Dari Abu Darda’  ia berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku dengan sembilan perkara: (1) Janganlah engkau menyekutukan Allah dengan sesuatu, meskipun engkau dipotong atau dibakar (2) Janganlah sekali-kali engkau meninggalkan shalat wajib yang lima waktu dengan sengaja, karena barangsiapa yang meninggalkan shalat secara sengaja akan lepas dari jaminan Allah…
(HR.Bukhari, Ahmad 5/238, Ibnu Majah no.4034, Thabrani)

jangan lupa di lanjutkan untuk membacanya»

Peranan Wanita Muslimah dalam Pendidikan Keluarga

Keluarga seperti apakah yang menjadi tempat bagi seorang wanita untuk melakukan sesuatu dan apa urgensinya?

Keluarga adalah salah satu lembaga pendidikan yang tetap dan senantiasa ada. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana sebuah masyarakat tanpa adanya keluarga.
Dan sesungguhnya, keberadaan keluarga dan keberlangsungan serta istiqamah-nya sebuah keluarga termasuk salah satu dari tujuan syariat ini.

jangan lupa di lanjutkan untuk membacanya»

Enam Landasan Agama, Terjemah Ushul As Sittah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Bismillahirrahmannirrahim,
Di antara perkara yang sangat menakjubkan dan sekaligus sebagai tanda yang sangat besar atas kekuasaan Allah Ta’ala adalah enam landasan yang telah Allah Ta’ala terangkan dengan sangat gamblang sehingga mudah dipahami oleh orang-orang awam sekalipun, lebih dari yang disangka oleh orang-orang. Namun setelah ini, orang-orang yang cerdas dan berakal dari kalangan Bani Adam keliru dalam masalah itu, kecuali sedikit sekali dari mereka.
Landasan Pertama
Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan penjelasan lawannya yaitu kesyirikan terhadap Allah. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan landasan tersebut dari berbagai sisi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam yang paling bodoh sekalipun. Kemudian seiring berjalannya waktu, taatkala terjadi perubahan pada mayoritas masyarakat, setan menampakkan kepada mereka keikhlasan dalam bentuk penghinaan kepada orang-orang shalih dan merendahkan hak-hak mereka serta menampakkan kesyirikan kepada Allah Ta’ala dalam bentuk kecintaan kepada orang-orang shalih dan pengikut mereka.
Landasan Kedua
Allah memerintahkan kita bersatu dalam menjalankan agama-Nya dan melarang bercerai-berai. Allah Ta’ala telah menjelaskan masalah tersebut dengan gamblang sehingga bisa dipahami oleh orang awam sekalipun. Dia melarang kita mengikuti orang-orang sebelum kita, yang bercerai-berai dan berselisih sehingga mereka binasa. Hal tersebut juga dijelaskan dalan As-Sunnah. Namun di kemudian hari, bercerai-berai dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya dianggap sebagai ilmu dan pengetahuan agama, sedangkan bersatu dalam menjalankan agama malah dianggap sebagi sesuatu yang hanya pantas dilontarkan oleh orang-orang zindiq atau gila.

jangan lupa di lanjutkan untuk membacanya»

Back to Top